Langsung ke konten utama

             ah, lelah rasanya menunggu, menunggu yang tak pasti. ya, siapa lagi kalau bukan anda. anda yang membuat hari-hari saya menjadi terasa aneh bagi saya sendiri.tapi anda tak pernah merasa, ah sulit rasanya bicara pada orang yang tak pernah ingin tahu. hmmm hampir setahun rasanya saya terus menunggu anda. menunggu anda berkata yang saya inginkan walau saya sendiri pun menyadari semua itu tak mungkin. 

              ah sudahlah, saya a=yakin anda juga hanya menganggap saya seorang yang tak berarti dalam hidup anda. mungkin sayanya saja yang mau di permainkan atau mungkin saya yang teralalu cepat mengambil hati, bodoh bila terus-terusan saya bayangkan itu


    ah, kenapa kau diam?

    ah, kenapa kau tak kunjung mengabariku?

    ah, kenapa kau tak kunjung rindu dengan ku?

 

ah.... lagi-lagi aku bodoh! 


bertepuk sebelah tangan tuh rasanyaaaaa........... biar saya jelaskan!


               kau memiliki kedua telapak tangan, dan coba anda perhatikan seksama. itu bagaikan dua orang manusia. dan coba kau coba tepukan antara telapak tangan kanan dan tangan kirimu, yah! bunyi bukan?? 

dan coba kau tepukan satu telapak tanganmu saja, tanpa disatukan oleh telapak tangan yang lainnya, TAK BUNYI bukan??? begitulah saya, saya berada di posisi dimana tangan itu tak dapat berbunyi akibat tak dibalas oleh yang satunya. saya terus berusaha menepuk-nepuk telapak tangan saya yang satu, agar bisa bunyi, namun? NIHIL . tangan itu enggan bersatu. itu sama seperti anda! yang membiarkan saya merasa sendiri saja, tanpa pernah dibalas oleh anda. ah.. miris sekali cerita ini. hmmm

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mana yang lebih nyoke?

  agaknya bingung menghadapi orang yang nge-jude kita kalau kita itu nyoke! padahal mah dia sendiri yang Raja nyoke!  oke, secara teoritis nyoke itu sama halnya seperti bawel, ngomong mulu tapi omongannya gak guna! ya begitulah.  gimana yaah... gue disuruh sabar..sabar.. seolah-olah tuh ada kata-kata yang menari-nari bertuliskan "enak gak enak telen aje!" yap gitu. dan apa gue pernah protes untuk hal itu? nggak! mau rasa yang mane hah? asin?pait?asem? gue telen semua dapet gulanya jarang-jarang doang. tapi apa gue pernah protes? sedangkan anda? sedikit masalah saja sudah nyoke kemana-mana! wajar, anda manusia dan saya juga manusia tidak luput dari kesalahan, apa bedanya? hanya derajatnya saja, anda terlalu banyak MENUNTUT!  anda tipikal orang yang PENUNTUT?! sedangkan saya? tipikal orang yang TERPAKSA NURUT. kenapa?!! gak suka dibilang PENUNTUT? iye? nyoke-in aje gue lagi dah, bukannya gitu kebiasaan anda?. anda pernah merasakan jadi saya kan? yasudah! kenapa anda ma

Jarum di tumpukan jerami

Masih, Prasangka yang anda temui saat ini bukanlah yang sebenarnya, karena pada kenyataannya sulit bukan menemukan jarum di tumpukan jerami? Ya, anda tau persis berapa ukuran dan warna jarum yang sedang anda cari pada tumpukan jerami itu, tapi mengapa masih juga sulit menemukannya? Sama seperti mencari tiap bongkahan hati yang telah Anda rusak dan kini anda menghardik saya untuk mengembalikannya utuh? Lalu anda melenggang dengan mudah dan berseru " kau pasti bisa mencari jarum itu diantara tumpukan jerami, bukankah kau sosok yang kuat?" Cih... Jerami itu sama saja seperti perkataan anda, banyak dan menumpuk di sudut ladang dan siap untuk di bakar sehingga cepat, cepat menjadi abu lalu di jual oleh kakek paruh baya sebagai bahan untuk memoles peralatan rumah tangga. Merasa di butuhkan? Ya, benar anda masih sangat dibutuhkan. Tapi apakah harganya masih mahal? Seharusnya anda sadar jarum itu takkan pernah berubah Tapi sialnya..anda membuang tepat pada tumpukan jerami itu,

Pilihan hati tak memerlukan strategi

Aku memilih tanpa strategi, hanya berpangku tangan pada keputusan hati. Terkesan tak peduli, tapi jauh di sanubari ada sebuah rasa gundah yang mengikuti Aku mencoba mengikuti jejak kaki, yang terkadang gentar saat mencoba menapaki Setiap warna yang ada pada pelangi, kadang tak sempat aku nikmati, karena begitu sibuk mencari jati diri Banyak yang mencoba menasihati, agar tak terlalu congkak diri, mau diapakan lagi, aku hanya mengikuti perkataan hati Sempat berfikir akan prestasi, yang sekian lama tak sempat aku miliki Setiap celoteh yang datang silih berganti tak pernah ku anggap sebagai belati, selalu saja ku coba untuk tak menggubris Setia pada pilihan memang sebuah prinsip, ingin mempertahankannya atau memilih untuk meninggalkan api saat telah berasap