Langsung ke konten utama

kembalilah Anak Bangsa !

Suara senyup-senyap malam mengibaskan desiran angin yang menggigit tulang, hanya terdengar sesekali suara jangkrik yang bernyanyi menemani pena ini menari. Malam dingin telah menjadi sahabat bagiku menelaah tiap jengkal kata yang terkena sinar lilin yang redup, melayang bersama angan yang telah menjelma menjadi Raksasa besar dalam benak Bima
“belum tidur nak?”
“belum mak, aku masih belajar peta Indonesia” senyum Bima pun merekah
“yasudah, jangan tidur terlalu larut, nanti kau sakit,ya?”
“iya mak”
Melihat pena menari diatas kertas kusam dan diterangi oleh cahaya yang redup adalah pemandangan yang indah untuk  Bima walau sepatutnya ia tidak terlalu merasakan hal itu. Karena umurnya telah Beranjak remaja.
“Pulau Sumatera,Pulau jawa,Pulau Kalimantan. Pulau..pulau.. ah pulau apa ini? Banyak sekali apakah ini yang dinamakan pulau? Apakah pulau itu? Dan dimana pulau ku?” sejumlah pertanyaan menyerang pikiran yang tak bisa dijawab oleh logikanya sendiri.
“nak! Tidurlah. Sudah malam, nanti kau ngantuk disekolah nanti”
“iya mak”
Malam itu sama seperti malam-malam sebelumnya bahkan sudah terasa gelap walaupun mata belum terpejam, entah kapan malam menjadi terang se-terang sinar mentari.
“malam ini.. tidur ditemani bulan dan bintang yang berpijar lagi”
*****
Menyongsong eloknya mentari ditengah dedaunan nan rindang ditemani dengan batu-batu yang sedari tadi bima injak
“hay bima! Tunggu aku”
“sedang apa kau Ruli lari-lari terengah-engah begitu?”
“aku baru saja dikejar babi hutan”
“hahaha babi hutan mengejarmu? Mungkin dia mencium aroma dari tubuhmu yang asem itu kali ya?”
“ah. Parah kau ini bima!”
Langkah tangguh diatas bebatuan keras, tas diselempang dipunggungnya sambil membawa peta Indonesia yang ia banggakan. Sampai saat ini bima masih tak tahu tentang apa yang ia pikirkan semalam, dan dia berjanji akan menanyakan hal itu pada ibu guru nanti.
“anak-anak sekarang semuanya lihat peta Indonesia ini” ucap bu Warni
“bu, Bima ingin bertanya”
“apa Bima?”
“Indonesia itu dimana bu? Mengapa pulau-pulaunya itu banyak sekali? Apakah kita tinggal di pulau juga bu?”
Sembari tersenyum bu Warni menjawab “ indonesia itu terletak tepat dibawah pijakan kakimu, didepan sejauh matamu memandang, dan tepat di bawah mentari ini Indonesia berada! Ya, kita tinggal dipulau yang ada di Indonesia. “
“berarti, tanah yang kuinjak ini Indonesia yang ada di peta itu?”
“ya. Benar sekali”
“woooooo mengaggumkan sekali!” sorak soray anak-anak mengisi ruang diantara bangunan yang memprihatinkan itu.
*****
“bima, tolong kau ambilkan itu singkongnya!”
“malam ini kita makan singkong lagi mak?”
“ya. Tak ada makanan lain, bapakmu belum pulang berlayar nak!”
“ya mak”
Makan malam, seharusnya ditemani dengan kehangatan keluarga . tapi lagi-lagi Bima hanya berdua dengan ibunya lantaran ayahnya belum pulang berlayar dan Bima lah satu-satunya anak yang dimiliki oleh ibu bapaknya
“nak, kau tahu kan. Cuma kau harapan mak satu-satunya”
“ya mak”
“belajarlah yang pintar, agar kelak kau kan jadi orang yang sukses, bukan hanya untuk dirimu sendiri tapi untuk orang lain dan bangsa ini! Apa cita-citamu sayang?”
“aku ingin bisa mengitari seluruh Indonesia yang sangat luas ini mak. Aku ingin merasakan jadi orang Indonesia yang sungguhan mak. Mak, aku janji aku akan berusaha sekuat tenagaku mak.”
*****
*7 tahun kemudian*
“maak!! Aku bisa bersekolah di jerman mak!”
“jangan terlalu bermimpi Bima!”
“aku serius mak! Ini lihat mak lihat surat ini!” ibunya tak dapat berkata apapun, hatinya senang sekaligus takut, itu berarti anaknya akan juga meninggalkan dirinya. Sama seperti suaminya dulu yang pergi tanpa kembali dan membiarkannya sendirian merajut kepingan-kepingan hidup itu menjadi utuh lagi
“mak? Kenapa mak diam?”
“pergilah bima…bergilah…. Biarkan mak sendiri disini tak apa, asal kau bahagia nak..” isak tangis tak dapat terbendung, air matanya telah meluncur dari genangan yang tak tertahankan lagi, sambil memeluk anak yang dicintainnya itu “maafkan aku mak”

****
 Lambat namun pasti, waktu waktu terasa mencekik batin, kerinduan pada anaknya yang belum kembali di pelukannya membuat masa tua nya begitu kesepian. Merapal tiap saat nama anaknya, meraba bingkai yang telah berdebu yang terdapat foto Bima. Entah, kapan Bima kembali, kembali untuk ibu dan Tanah Pusaka-nya.

“maak!!!!” suara Bima menggema
“Bima! Kau pulang nak? Benarkah ini Bima anak mak?”
“ya mak, ini Bima,Bima anak mak!” mereka berpelukan lagi, sangat erat seperti takkan melepaskan satu-sama lainnya
“mak, Bima ditawarkan untuk tinggal dan kerja enak di jerman mak, nanti kita sama-sama ke jerman untuk memulai hidup yang lebih baik dari sekarang mak. Mak mau?”
“kau tahu kenapa mak menyuruhmu untuk sekolah dan belajar agar pintar?
“agar aku jadi sukses dan kita bisa hidup lebih layak dari ini kan mak?”
“Bukan!Bukan bima! Mak ingin kamu menjadi cerdas dan bisa mencerdaskan anak bangsa! Bangsa Indonesia ini membutuhkan dirimu sayang, se besar apapun uang yang kau dapat di negeri orang akan lebih baik keringatmu terbayar oleh senyum anak bangsa negerimu bima! Lihat! Kamu akan merasa bahagia saat segalanya tidak bisa dibeli dengan uang!, dulu kau sangat bangga dengan tanah Airmu, tapi kenapa pikiranmu berubah Bima?”

“maafkan bima mak,maafkan bima. Bima janji Bima akan merusaha memberikan yang terbaik untuk Bangsa Indonesia ini mak. Maafkan bima mak”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mana yang lebih nyoke?

  agaknya bingung menghadapi orang yang nge-jude kita kalau kita itu nyoke! padahal mah dia sendiri yang Raja nyoke!  oke, secara teoritis nyoke itu sama halnya seperti bawel, ngomong mulu tapi omongannya gak guna! ya begitulah.  gimana yaah... gue disuruh sabar..sabar.. seolah-olah tuh ada kata-kata yang menari-nari bertuliskan "enak gak enak telen aje!" yap gitu. dan apa gue pernah protes untuk hal itu? nggak! mau rasa yang mane hah? asin?pait?asem? gue telen semua dapet gulanya jarang-jarang doang. tapi apa gue pernah protes? sedangkan anda? sedikit masalah saja sudah nyoke kemana-mana! wajar, anda manusia dan saya juga manusia tidak luput dari kesalahan, apa bedanya? hanya derajatnya saja, anda terlalu banyak MENUNTUT!  anda tipikal orang yang PENUNTUT?! sedangkan saya? tipikal orang yang TERPAKSA NURUT. kenapa?!! gak suka dibilang PENUNTUT? iye? nyoke-in aje gue lagi dah, bukannya gitu kebiasaan anda?. anda pernah merasakan jadi saya kan? yasudah! kenapa anda ma

Jarum di tumpukan jerami

Masih, Prasangka yang anda temui saat ini bukanlah yang sebenarnya, karena pada kenyataannya sulit bukan menemukan jarum di tumpukan jerami? Ya, anda tau persis berapa ukuran dan warna jarum yang sedang anda cari pada tumpukan jerami itu, tapi mengapa masih juga sulit menemukannya? Sama seperti mencari tiap bongkahan hati yang telah Anda rusak dan kini anda menghardik saya untuk mengembalikannya utuh? Lalu anda melenggang dengan mudah dan berseru " kau pasti bisa mencari jarum itu diantara tumpukan jerami, bukankah kau sosok yang kuat?" Cih... Jerami itu sama saja seperti perkataan anda, banyak dan menumpuk di sudut ladang dan siap untuk di bakar sehingga cepat, cepat menjadi abu lalu di jual oleh kakek paruh baya sebagai bahan untuk memoles peralatan rumah tangga. Merasa di butuhkan? Ya, benar anda masih sangat dibutuhkan. Tapi apakah harganya masih mahal? Seharusnya anda sadar jarum itu takkan pernah berubah Tapi sialnya..anda membuang tepat pada tumpukan jerami itu,

Pilihan hati tak memerlukan strategi

Aku memilih tanpa strategi, hanya berpangku tangan pada keputusan hati. Terkesan tak peduli, tapi jauh di sanubari ada sebuah rasa gundah yang mengikuti Aku mencoba mengikuti jejak kaki, yang terkadang gentar saat mencoba menapaki Setiap warna yang ada pada pelangi, kadang tak sempat aku nikmati, karena begitu sibuk mencari jati diri Banyak yang mencoba menasihati, agar tak terlalu congkak diri, mau diapakan lagi, aku hanya mengikuti perkataan hati Sempat berfikir akan prestasi, yang sekian lama tak sempat aku miliki Setiap celoteh yang datang silih berganti tak pernah ku anggap sebagai belati, selalu saja ku coba untuk tak menggubris Setia pada pilihan memang sebuah prinsip, ingin mempertahankannya atau memilih untuk meninggalkan api saat telah berasap