Langsung ke konten utama

Masih pecundang

Bagaimana aku bisa menulis percakapan kita di lembar ini? Sedangkan lidahku kelu tiap kali sorot matamu terfokus padaku. Aku siapkan segenap kata-kata semaleman walau hanya sekedar "salam" tapi tak jarang juga itu hanya berakhir dihati yang telah mendidih tiap kali aku ingin bicara. Kadang.. Aku benci pada diriku disaat-saat seperti itu.

Tulisanku mengalun berasamaan dengan segenap pertanyaan dihati yang tak bisa ku lafal dalam kata.

Aku disini tidak sedang menulis cerita, karena tak ada cerita tentang kita.

Entah.. Sampai kapan aku begini, sampai mataku tak dapat menangkap bayangmu lagi, sampai suaramu tak menggema dihatiku lagi, sampai sorot matamu tak dapat ku tangkap lagi. Atau sampai kapanpun aku terus diam begini, kau tak tau--aku tlah lelah--terpisah oleh waktu--akhirnya aku pupus lagi. Mungkin begitu sketsa nya.

Aku merasa sebagai penakut,pengecut bahkan pecundang yang berada di kasta paling rendah!

Sedangkan kau? Kuat,tangguh,pemberani dan tak terkalahkan.

Hhh.. Karena tuk bersamamu bagaikan berharap memeluk bulan.

Mungkin aku harus merelakan, me-relakan yang seharusnya tak ku rela-kan.

Terimakasih.. Terimakasih telah mengembalikan semangatku yang sempat padam, aku harap terus begini, walau kau tak dapat mengenalku sekalipun tapi kehadiranmu sudah lebih dari cukup untukku, aku harap aku bisa lebih dari ini.

*dan kamu, hanya perlu terima. Dan tak harus memahami, dan tak harus berfikir hanya perlu mengerti*

*Salam dari pertanyaan hati yang mendidih tiap kali menatapmu.*

Komentar

  1. Pas banget sama gue sekarang,dan netes deh gue... udah sedih tambah sedih T_T

    BalasHapus
  2. Pas banget sama gue sekarang

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

mana yang lebih nyoke?

  agaknya bingung menghadapi orang yang nge-jude kita kalau kita itu nyoke! padahal mah dia sendiri yang Raja nyoke!  oke, secara teoritis nyoke itu sama halnya seperti bawel, ngomong mulu tapi omongannya gak guna! ya begitulah.  gimana yaah... gue disuruh sabar..sabar.. seolah-olah tuh ada kata-kata yang menari-nari bertuliskan "enak gak enak telen aje!" yap gitu. dan apa gue pernah protes untuk hal itu? nggak! mau rasa yang mane hah? asin?pait?asem? gue telen semua dapet gulanya jarang-jarang doang. tapi apa gue pernah protes? sedangkan anda? sedikit masalah saja sudah nyoke kemana-mana! wajar, anda manusia dan saya juga manusia tidak luput dari kesalahan, apa bedanya? hanya derajatnya saja, anda terlalu banyak MENUNTUT!  anda tipikal orang yang PENUNTUT?! sedangkan saya? tipikal orang yang TERPAKSA NURUT. kenapa?!! gak suka dibilang PENUNTUT? iye? nyoke-in aje gue lagi dah, bukannya gitu kebiasaan anda?. anda pernah merasakan jadi saya kan? yasudah! kenapa anda ma

Jarum di tumpukan jerami

Masih, Prasangka yang anda temui saat ini bukanlah yang sebenarnya, karena pada kenyataannya sulit bukan menemukan jarum di tumpukan jerami? Ya, anda tau persis berapa ukuran dan warna jarum yang sedang anda cari pada tumpukan jerami itu, tapi mengapa masih juga sulit menemukannya? Sama seperti mencari tiap bongkahan hati yang telah Anda rusak dan kini anda menghardik saya untuk mengembalikannya utuh? Lalu anda melenggang dengan mudah dan berseru " kau pasti bisa mencari jarum itu diantara tumpukan jerami, bukankah kau sosok yang kuat?" Cih... Jerami itu sama saja seperti perkataan anda, banyak dan menumpuk di sudut ladang dan siap untuk di bakar sehingga cepat, cepat menjadi abu lalu di jual oleh kakek paruh baya sebagai bahan untuk memoles peralatan rumah tangga. Merasa di butuhkan? Ya, benar anda masih sangat dibutuhkan. Tapi apakah harganya masih mahal? Seharusnya anda sadar jarum itu takkan pernah berubah Tapi sialnya..anda membuang tepat pada tumpukan jerami itu,

Pilihan hati tak memerlukan strategi

Aku memilih tanpa strategi, hanya berpangku tangan pada keputusan hati. Terkesan tak peduli, tapi jauh di sanubari ada sebuah rasa gundah yang mengikuti Aku mencoba mengikuti jejak kaki, yang terkadang gentar saat mencoba menapaki Setiap warna yang ada pada pelangi, kadang tak sempat aku nikmati, karena begitu sibuk mencari jati diri Banyak yang mencoba menasihati, agar tak terlalu congkak diri, mau diapakan lagi, aku hanya mengikuti perkataan hati Sempat berfikir akan prestasi, yang sekian lama tak sempat aku miliki Setiap celoteh yang datang silih berganti tak pernah ku anggap sebagai belati, selalu saja ku coba untuk tak menggubris Setia pada pilihan memang sebuah prinsip, ingin mempertahankannya atau memilih untuk meninggalkan api saat telah berasap