Langsung ke konten utama

(prolog) Melawan kenyataan

Apa yang kau lakukan ditengah tengah kemunafikan?
Kau akan melawan dengan kekuatan yang kau miliki? Kau akan membasmi tiap racun hati yang menghampiri? Atau kau akan diam seperti jiwa yang tlah mati?

Aku kini berada diposisi jiwa yang tlah mati. Aku merasakan diriku semakin munafik. Terkadang.. Aku bisa menjadi berarti disaat aku berkumpul pada golongan membutuhkan. Tapi terkadang pula.. Aku seperti noda yang membuat kotor dan bau sebuah bunga.

Bisakah aku membeli tiap cacian mereka? Tiap cacian yang melambung ke langit ke tujuh lalu menujam hatiku. Dapatkah aku meraih tiap anganku yang semakin kabut?

Aku mencari damai dalam diam, aku meruncingkan niat yang ku tanam, aku telan tiap cacian
Percayalah.. semua hanya tinggal penantian.

Aku tau aku tak berguna, bahkan mungkin lebih tak berguna daripada seekor babi di hutan, aku tau anganku tinggi, omonganku hanya emosi, dan.. Mungkin impianku hanya ilusi.

Entah... Sudah berapa jiwa yang telah ku sakiti, telah berapa bendungan air mata yang telah ku hancurkan, dan.. telah berapa keping hati yang tlah ku retakan.

Kulitku tersayat, tersayat tiap niat yang menggebu, tapi jantungku terlalu lemah, nafasku juga terlalu sulit. Aku tercekik dalam kemelut dunia yang dihiasi oleh kebohongan semata..

Tapi apa daya.. Tak ada yang mau mendengar orang gila...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mana yang lebih nyoke?

  agaknya bingung menghadapi orang yang nge-jude kita kalau kita itu nyoke! padahal mah dia sendiri yang Raja nyoke!  oke, secara teoritis nyoke itu sama halnya seperti bawel, ngomong mulu tapi omongannya gak guna! ya begitulah.  gimana yaah... gue disuruh sabar..sabar.. seolah-olah tuh ada kata-kata yang menari-nari bertuliskan "enak gak enak telen aje!" yap gitu. dan apa gue pernah protes untuk hal itu? nggak! mau rasa yang mane hah? asin?pait?asem? gue telen semua dapet gulanya jarang-jarang doang. tapi apa gue pernah protes? sedangkan anda? sedikit masalah saja sudah nyoke kemana-mana! wajar, anda manusia dan saya juga manusia tidak luput dari kesalahan, apa bedanya? hanya derajatnya saja, anda terlalu banyak MENUNTUT!  anda tipikal orang yang PENUNTUT?! sedangkan saya? tipikal orang yang TERPAKSA NURUT. kenapa?!! gak suka dibilang PENUNTUT? iye? nyoke-in aje gue lagi dah, bukannya gitu kebiasaan anda?. anda pernah merasakan jadi saya kan? yasudah! kenapa anda ma

Jarum di tumpukan jerami

Masih, Prasangka yang anda temui saat ini bukanlah yang sebenarnya, karena pada kenyataannya sulit bukan menemukan jarum di tumpukan jerami? Ya, anda tau persis berapa ukuran dan warna jarum yang sedang anda cari pada tumpukan jerami itu, tapi mengapa masih juga sulit menemukannya? Sama seperti mencari tiap bongkahan hati yang telah Anda rusak dan kini anda menghardik saya untuk mengembalikannya utuh? Lalu anda melenggang dengan mudah dan berseru " kau pasti bisa mencari jarum itu diantara tumpukan jerami, bukankah kau sosok yang kuat?" Cih... Jerami itu sama saja seperti perkataan anda, banyak dan menumpuk di sudut ladang dan siap untuk di bakar sehingga cepat, cepat menjadi abu lalu di jual oleh kakek paruh baya sebagai bahan untuk memoles peralatan rumah tangga. Merasa di butuhkan? Ya, benar anda masih sangat dibutuhkan. Tapi apakah harganya masih mahal? Seharusnya anda sadar jarum itu takkan pernah berubah Tapi sialnya..anda membuang tepat pada tumpukan jerami itu,

Pilihan hati tak memerlukan strategi

Aku memilih tanpa strategi, hanya berpangku tangan pada keputusan hati. Terkesan tak peduli, tapi jauh di sanubari ada sebuah rasa gundah yang mengikuti Aku mencoba mengikuti jejak kaki, yang terkadang gentar saat mencoba menapaki Setiap warna yang ada pada pelangi, kadang tak sempat aku nikmati, karena begitu sibuk mencari jati diri Banyak yang mencoba menasihati, agar tak terlalu congkak diri, mau diapakan lagi, aku hanya mengikuti perkataan hati Sempat berfikir akan prestasi, yang sekian lama tak sempat aku miliki Setiap celoteh yang datang silih berganti tak pernah ku anggap sebagai belati, selalu saja ku coba untuk tak menggubris Setia pada pilihan memang sebuah prinsip, ingin mempertahankannya atau memilih untuk meninggalkan api saat telah berasap