Hempasan masa telah bergulir seiring dengan lindasan waktu, ya waktu yang melaju cepat di depan mata sang Mpu-nya. Seratus...dua ratus...tiga ratus... Hingga beribu-ribu detik telah berlalu , seperti menujam pada sebuah lembah di bawah kaki gunung merapi, teduh,rindang,sejuk, tapi menyesatkan. Menyesatkan bagi mereka-mereka yang terbuai hanya karena keindahan.
Berdaun rimba nan teduh, berwarna hijau nan menawan, berakar kuat nan kokoh,bertanah gambut nan subur,tapi siap menerkam merek-mereka yang tak punya arah tujuan.
Hening. Gelap. Dingin. Hampa . Bagi mereka-mereka yang sulit keluar dari rindangngnya lembah hutan.
Kutemukan sumber mata air yang jernih, ku hanya ikuti kemana itlrama air itu berhilir , berkelok-kelok menyusuri lembah. Bukan, bukan tak pasti. Hanya saja butuh kemauan dan kesabaran agar bisa sampai ke hilir. Setidaknya aku punya suatu peta alami yang bisa kujadikan alasan untuk keluar, keluar dari rimbanya lembah di bawah kaki Merapi.
Merapi... Begitu kokoh, bahkan mampu menjadi tiang-tiang pulau Jawa, menjadi tiang penyanggah agar tidak goyah, tempat bermukim sebagian besar insan indonesia.
Tapi jangan kau sentuh magmanya..
Jangan kau sentuh amarahnya..
Jangan kau sentuh kebahagiaannya..
Karena...
Tak selamanya yang dapat kau sentuh mampu menjadi jinak kepadamu, dan tak selamanya yang kokoh akan selalu kokoh. Percayalah... Semua tinggal hitungan mundur...
Mulailah berhitung......
Komentar
Posting Komentar