Langsung ke konten utama

Senandung Tuna cinta

Ketika ku masih menjadi tuna cinta..

Sebuah coretan pena dari seorang tuna cinta..

Aku bersembunyi dibalik kelompak matanya yang indah..
Mencoba menerka tiap bahasa tubuh yang diperankan olehnya, terkadang mengerti.. Terkadang aku hanya berlalu dan berbisik tepat di telinga sanubarinya berharap selalu indah harinya

Saat aku harus menahan lonjakan tiap detak jantung yang tak lagi beraturan, ku paksakan untuk memacu diriku untuk mampu menatapnya.

Tak bisa...

Tetap tak bisa...

Aku begitu lemah...

Aku ingin berteriak..

Saat jarak hanya beberapa jengkal
Ketika matanya hanya terfokus pada pupil mataku

Sulit...
Entah mulai darimana..

Tapi akhirnya dirinya yang memulai

"sepertinya aku tak pernah melihatmu sebelumnya" saat aku dan dirinya melintasi lorong-lorong yang sepi, begitu sepi bahkan deru nafasku pun tak bisa ku sembunyikan

Aku tak mampu menjawab.. Aku begitu sulit mengimbangi tiap jejak kakinya yang begitu cepat melaju

"apakah kau orang baru disini?" aku masih terfokus mengikuti irama kakinya agar selalu seimbang, tapi seketika ia menghentikan lajunya mendadak, dan membuat aku tersentak dan lugas menjawab "tidak.. Aku telah lama disini" detak jantungku masih sulit sekali untuk tenang

"benarkah? Siapa namamu?" seketika aku terhenyak , dan sembarang menjawab "kau bisa lihat di lembar yang sedang kau pegang" ia pun melihat dengan serius dan mengeja namaku "oke, berjalanlah disampingku, ikuti aku" pergelangan tanganku ditariknya.. Dan kini irama langkah kami telah seiring.

Pada saat itu, mungkin pertama kalinya dia melihatku, tapi jauh sebelum itu aku tahu segalanya tentang dirinya, tapi aku tahu sosoknya begitu kuat dan dingin.

Semenjak pertemuan pertama, aku selalu berharap ia bisa mengingat namaku, melafalkannya saja.. Walau hanya sekali dengar dan hilang.

Tapi tidak...
Tidak pernah sekalipun..

Saat itu aku tersadar.. Terkadang mengaggumi itu tak perlu harus diketahui, merindu itu tak perlu diungkap, dan rasa sayang itu tak perlu dibalas

Aku masih tuna cinta..
Terus bersembunyi dikelopak matanya..

Jangan biarkan aku menjadi tuna cinta lagi..

Saat matahari belum terbit, masih malu-malu bercahaya, saat aku mulai memasuki lorong-lorong yang masih sepi, aku tertunduk pada sepinya suasana yang masih terasa dingin mencekat.

Aku terhenti..

Senyumnya merekah kepadaku, tiap detiknya begitu terasa lama, tapi aku tak sempat membalas senyumnya..

Berlalu...

Begitu sibuk...

Jujur saja.. Untuk kali ini aku tak mau merasa kehilangan lagi, beda dari yang kemarin.

Kalau dulu, aku suka sekali bersembunyi dan memendam segalanya. Tapi trauma kehilangan dimasa lalu memaksaku untuk ingin menjadi populer dimatamu

Meski sulit rasanya menarik perhatianmu, tapi aku tak mau menjadi orang asing buat orang yang sangat kucintai

Itu sebabnya setiap hari aku selalu pulang larut malam

Aku tahu tubuhku lelah
Pikiranku juga lelah
Mataku juga sudah semakin menghitam

Tapi kehilangan lagi akan menjadi mimpi buruk di setiap malamku

Aku jadi lebih hiperaktif saat pada beberapa kesempatan dapat bertemunya, begitu banyak sekali yang aku pertanyakan, tapi aku tahu kau adalah orang yang logis..

Tak menerima suatu pertanyaan yang bodoh, itu sebabnya aku mau merubah sebuah kutukan bodoh yang telah bernaung selama belasan tahun ini.

Hingga akhirnya..

Namaku bisa kau ucap dengan fasih saat kita berbicara

Begitu rumitnya perjuanganku,

Kau tahu keringnya daun yang berserakan tepat dibawah kaki kita saat berbincang?

Aku seperti itu, aku dapat melihatmu dari posisiku, memperhatikan tiap gerak bahasa tubuhmu, menatap jelas parasmu, dan mendengar suara renyahmu begitu jernih.

Tapi kau? Takkan pernah menyadari hadirku.

Katakan bahwa ini bukanlah mimpi sesaat

Yakinkan aku Bahwa kau sudah menghafal namaku


Komentar

Postingan populer dari blog ini

mana yang lebih nyoke?

  agaknya bingung menghadapi orang yang nge-jude kita kalau kita itu nyoke! padahal mah dia sendiri yang Raja nyoke!  oke, secara teoritis nyoke itu sama halnya seperti bawel, ngomong mulu tapi omongannya gak guna! ya begitulah.  gimana yaah... gue disuruh sabar..sabar.. seolah-olah tuh ada kata-kata yang menari-nari bertuliskan "enak gak enak telen aje!" yap gitu. dan apa gue pernah protes untuk hal itu? nggak! mau rasa yang mane hah? asin?pait?asem? gue telen semua dapet gulanya jarang-jarang doang. tapi apa gue pernah protes? sedangkan anda? sedikit masalah saja sudah nyoke kemana-mana! wajar, anda manusia dan saya juga manusia tidak luput dari kesalahan, apa bedanya? hanya derajatnya saja, anda terlalu banyak MENUNTUT!  anda tipikal orang yang PENUNTUT?! sedangkan saya? tipikal orang yang TERPAKSA NURUT. kenapa?!! gak suka dibilang PENUNTUT? iye? nyoke-in aje gue lagi dah, bukannya gitu kebiasaan anda?. anda pernah merasakan jadi saya kan? yasudah! kenapa anda ma

Jarum di tumpukan jerami

Masih, Prasangka yang anda temui saat ini bukanlah yang sebenarnya, karena pada kenyataannya sulit bukan menemukan jarum di tumpukan jerami? Ya, anda tau persis berapa ukuran dan warna jarum yang sedang anda cari pada tumpukan jerami itu, tapi mengapa masih juga sulit menemukannya? Sama seperti mencari tiap bongkahan hati yang telah Anda rusak dan kini anda menghardik saya untuk mengembalikannya utuh? Lalu anda melenggang dengan mudah dan berseru " kau pasti bisa mencari jarum itu diantara tumpukan jerami, bukankah kau sosok yang kuat?" Cih... Jerami itu sama saja seperti perkataan anda, banyak dan menumpuk di sudut ladang dan siap untuk di bakar sehingga cepat, cepat menjadi abu lalu di jual oleh kakek paruh baya sebagai bahan untuk memoles peralatan rumah tangga. Merasa di butuhkan? Ya, benar anda masih sangat dibutuhkan. Tapi apakah harganya masih mahal? Seharusnya anda sadar jarum itu takkan pernah berubah Tapi sialnya..anda membuang tepat pada tumpukan jerami itu,

Pilihan hati tak memerlukan strategi

Aku memilih tanpa strategi, hanya berpangku tangan pada keputusan hati. Terkesan tak peduli, tapi jauh di sanubari ada sebuah rasa gundah yang mengikuti Aku mencoba mengikuti jejak kaki, yang terkadang gentar saat mencoba menapaki Setiap warna yang ada pada pelangi, kadang tak sempat aku nikmati, karena begitu sibuk mencari jati diri Banyak yang mencoba menasihati, agar tak terlalu congkak diri, mau diapakan lagi, aku hanya mengikuti perkataan hati Sempat berfikir akan prestasi, yang sekian lama tak sempat aku miliki Setiap celoteh yang datang silih berganti tak pernah ku anggap sebagai belati, selalu saja ku coba untuk tak menggubris Setia pada pilihan memang sebuah prinsip, ingin mempertahankannya atau memilih untuk meninggalkan api saat telah berasap