Langsung ke konten utama

Filosofi Rasa

"bisa pesenin ojek online gak?"
"bisa, tapi kenapa gak bareng aja?"
"maksudnya bareng?"
"iya bareng jalan kaki hahaha" Senyum Reno terlihat bahagia saat bersama Anjani malam itu. Sehabis melakukan evaluasi acara yang diselenggarakan bersama. Hari itu hari kamis, yang artinya mereka pulang bersama tepat di malam jumat.

"No, lu yakin mau jalan kaki lewat Teksas?" teksas adalah jembatan yang dapat dikatakan banyak cerita-cerita kurang enaknya
"No, kok diem sih? Lu yakin?" Anjani pun terus mendesak Reno untuk menjawab pertanyaannya untuk meyakinkan dirinya sendiri
"Iya, Anjani. Gue tiap malam lewat sini" dengan gaya yang tetap dingin Reno pun menjawab sedapatnya
"No, tapi ini udah jam 10"
"Iya santai aja"
Anjani masih tidak habis pikir, bisa-bisa nya Reno terlihat adem-ayem diantara debaran jantung Anjani yang nyaris loncat ketakutan. Dengan berat hati, Anjani mengikuti jejak langkah Reno dengan gusar, bagaimanapun caranya ia tidak boleh ketinggalan jauh dibelakang Reno, "bisa kacau urusannya" umpat Anjani dalam hati.
Ketika mereka baru saja berjalan di seperempat jembatan, terlihat bayangan tiga orang yang berjalan menuju ke arah mereka berdua
"No, No. itu siapa tiga orang? Kok kesini sih? No!" dengan gusar Anjani menarik-narik kemeja Reno
"tenang aja sih Jan" Anjani kehabisan kata-kata rasanya iya ingin berbalik badan dan lari sekencang-kencangnya, kalau tidak ingat ada Reno disampingnya.
"No, ini bawahnya Danau ya No?" pertanyaan yang bodoh pun di lontarkan Anjani, saking paniknya
"Iya, lu mau nyebur?"
"sialan lu No!" dengan masih mencengkram kuat kemeja Reno, Anjani pun memberanikan diri untuk terus maju. Bayangan tiga orang itupun semakin mendekati mereka. Sampai sekitar 2 langkah lagi Anjani pun berhenti. Jarak mereka hanya dua langkah dengan tiga orang bayangan itu, Anjani menutup matanya kuat-kuat. Takut dengan apa yang dilihatnya.

"Reno?"
"Eh, Bang Nando?"
"Lu ngapain malem-malem lewat sini? Dan.. Itu siapa?"
"Oh, ini Anjani Bang. Gue mau pulang ke kosan lah"
Anjani yang merasa namanya disebut-sebut pun membuka matanya perlahan, dan ternyata benar. Ketiga bayangan yang berjarak dua langkah di depannya itu adalah Senior mereka berdua.
"Eh, Bang Nando. Kirain siapa. Nyeremin banget sih!"
"Lah, lu nya aja yang penakut!" dengan menggrutu Anjani melanjutkan jalannya dengan terburu-buru meninggalkan Reno dibelakang
"Anjani! Jangan lari!" Anjani tidak memperdulikan omongan Reno, yang ada dibenaknya hanyalah bagaiaman caranya agar secepat mungkin melewati Jembatan yang berwarna merah itu
"Anjani! Berhenti!" dengan terpaksa Anjani pun berhenti dan menunggu Reno menuju kearahnya. Namun tiba-tiba saja Reno lari secepat-cepatnya menuju Anjani dan ketika melewati Anjani, Reno dengan jahilnya bilang "Anjani, cepetan lari! Hahahaha" dengan panik Anjani lari mengejar Reno yang sengaja menjahilinya ditengah-tengah suasana mencekam "RENO! sialan lu ya! Tungguin! RENO!" dengan napas yang terengah-engah bercampur rasa takut, Anjani mengejar Reno. Ingin sekali Anjani memukul Reno sejadi-jadinya. Ketika mereka sampai di ujung Jembatan. Reno pun berhenti berlari, dengan senangnya dia tertawa terbahak-bahak melihat wajah Anjani yang terlihat Pucat.
"AW! sakiitt"
"Makannya, jangan jahil kenapa sih?!"
Dengan sadis, Anjani masih mencubit perut Reno tanpa ampun
"Kan bercanda Jani, sakit tau! AW! Lu gila kali yak" Reno pun dengan kesakitan terus-terusan berbicara memaki tak jelas
"Bodoamat, No. Gak lucu" Anjani menyudahi cubitan sadisnya, ia berjalan meninggalkan Reno yang masih kesakitan dengan cubitan Anjani yang pedes.

"Jan, Anjani. tunggu!" Anjani kali ini tidak mau menggubris apapun yang dikatakan Reno. Ia sudah cukup merasa tertipu oleh sikap Reno yang jahil. Pasalnya, Anjani merupakan orang yang paling tidak suka ditakut-takuti terlebih dengan masalah-masalah mistis
"Anjani? Sorry ya. Gue minta maaf deh, Jan. Gue kan cuma bercanda" Reno pun berhasil mengimbangi langkah Anjani. Sekarang mereka sudah berjalan berdampingan. Namun dengan napas yang masih sulit diatur karena lari-larian sejak tadi.
"Anjani? Kok diem sih?"
"Anjani? Yah. Lu marah ya?" Anjani tetap tidak ingin menggubris sedikitpun perkataan Reno
"Duh, Anjani. Cubit gue lagi aja deh gak papa. Yang penting jangan diem gini, jan"
Anjani tetap tidak ingin mengeluarkan sepatah katapun dari mulutnya.
"Anjani, Oke gue salah. Dan gue minta maaf ya." saat ini Reno nekat mencegat langkah Anjani, dan kini posisinya tepat di depan Anjani. Menatapnya dalam-dalam dengan penuh rasa bersalah. Anjani, hanya berhenti dan melihat mata Reno sekilas lalu melanjutkan jalannya lagi. Reno bingung bagaimana caranya bisa membuat Anjani memaafkannya. Dengan males, Reno pun melanjutkan jalanny di samping Anjani. Dengan langkahnya yang terlihat bingung, karena Anjani tak kunjung mau berbicara dengannya. Hal ini jarang sekali terjadi, karena Anjani adalah Perempuan yang bawel menurut Reno. Apapun itu, pasti diceritakan kepada Reno. Tiada hal yang tidak Anjani ceritakan pada Reno.

Tanpa sadar, ternyata Anjani sudah sampai di Halte Bus Kampusnya, tapi mengingat sudah malem begini, biasanya Bus nya sudah habis. Tapi meminta Reno untuk memesankannya Ojek Online lagi juga males. "harus banget apa, bilang Reno buat mesenin Ojek Online lagi? Hhh"  batin Anjani jengkel.

Ditengah kebingungannya, sembari duduk di Halte sembari menghardik Ponselnya yang habis baterai dan tidak bisa memesan Ojek Online. Reno menghampiri Anjani, tepat didepan Anjani Reno tersungkur dibawah. Mata mereka bertemu, Reno menatapnya Intens. Anjani masih enggan menanggapi. Ia berpura-pura menengok kanan-kirinya, berusaha mengalihkan pemandangan.

"Anjani, ambil ini" Anjani sepintas melirik dengan terpaksa
"ck" Anjani mendecak malas
"Ambil dong Jan"
"Apasih,No. Kok Vitacimin?"
"biar lu tau rasanya asem kalo didiemin"
"Lah. Hahhahaha" tanpa sadar, Anjani tertawa dengan penuh rasa geli diperutnya.
"udah ya Jan, jangan marah lagi"
"besok-besok ngasihnya yang lebih romantis ya!"
"Gak mau"
"Ah! Kenapasih gak bisa romantis dikit aja. Padahal kalo di sinetron kalo ceweknya ngambek dikasihnya tuh Coklat, Bunga. Ini vitamin"
"Lah, emang lu cewek gue?"
"hh.. Bukan"
"makannya jangan kebanyakan nonton sinetron. Udah sana pulang. Tuh, Abang ojeknya udah nunggu disana"
"udah lu pesenin? Makasih honey! See you" Anjani pun setengah berlari menuju Ojek yang sudah dipesankan Reno untuknya. Reno anak rantau, jadi ia tidak pernah bawa kendaraan ke kampus. Reno dan Anjani adalah Mahasiswa pengguna fasilitas umum sejati.

Bersama malam yang semakin larut, Reno, Anjani. Masih nyaman untuk bersembunyi dibalik rasa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mana yang lebih nyoke?

  agaknya bingung menghadapi orang yang nge-jude kita kalau kita itu nyoke! padahal mah dia sendiri yang Raja nyoke!  oke, secara teoritis nyoke itu sama halnya seperti bawel, ngomong mulu tapi omongannya gak guna! ya begitulah.  gimana yaah... gue disuruh sabar..sabar.. seolah-olah tuh ada kata-kata yang menari-nari bertuliskan "enak gak enak telen aje!" yap gitu. dan apa gue pernah protes untuk hal itu? nggak! mau rasa yang mane hah? asin?pait?asem? gue telen semua dapet gulanya jarang-jarang doang. tapi apa gue pernah protes? sedangkan anda? sedikit masalah saja sudah nyoke kemana-mana! wajar, anda manusia dan saya juga manusia tidak luput dari kesalahan, apa bedanya? hanya derajatnya saja, anda terlalu banyak MENUNTUT!  anda tipikal orang yang PENUNTUT?! sedangkan saya? tipikal orang yang TERPAKSA NURUT. kenapa?!! gak suka dibilang PENUNTUT? iye? nyoke-in aje gue lagi dah, bukannya gitu kebiasaan anda?. anda pernah merasakan jadi saya kan? yasudah! kenapa anda ma

Jarum di tumpukan jerami

Masih, Prasangka yang anda temui saat ini bukanlah yang sebenarnya, karena pada kenyataannya sulit bukan menemukan jarum di tumpukan jerami? Ya, anda tau persis berapa ukuran dan warna jarum yang sedang anda cari pada tumpukan jerami itu, tapi mengapa masih juga sulit menemukannya? Sama seperti mencari tiap bongkahan hati yang telah Anda rusak dan kini anda menghardik saya untuk mengembalikannya utuh? Lalu anda melenggang dengan mudah dan berseru " kau pasti bisa mencari jarum itu diantara tumpukan jerami, bukankah kau sosok yang kuat?" Cih... Jerami itu sama saja seperti perkataan anda, banyak dan menumpuk di sudut ladang dan siap untuk di bakar sehingga cepat, cepat menjadi abu lalu di jual oleh kakek paruh baya sebagai bahan untuk memoles peralatan rumah tangga. Merasa di butuhkan? Ya, benar anda masih sangat dibutuhkan. Tapi apakah harganya masih mahal? Seharusnya anda sadar jarum itu takkan pernah berubah Tapi sialnya..anda membuang tepat pada tumpukan jerami itu,

Pilihan hati tak memerlukan strategi

Aku memilih tanpa strategi, hanya berpangku tangan pada keputusan hati. Terkesan tak peduli, tapi jauh di sanubari ada sebuah rasa gundah yang mengikuti Aku mencoba mengikuti jejak kaki, yang terkadang gentar saat mencoba menapaki Setiap warna yang ada pada pelangi, kadang tak sempat aku nikmati, karena begitu sibuk mencari jati diri Banyak yang mencoba menasihati, agar tak terlalu congkak diri, mau diapakan lagi, aku hanya mengikuti perkataan hati Sempat berfikir akan prestasi, yang sekian lama tak sempat aku miliki Setiap celoteh yang datang silih berganti tak pernah ku anggap sebagai belati, selalu saja ku coba untuk tak menggubris Setia pada pilihan memang sebuah prinsip, ingin mempertahankannya atau memilih untuk meninggalkan api saat telah berasap